Tidak Ada Penyakit Baru dari Metode Pengendalian Demam Berdarah Wolbachia: Pejabat kesehatan

Tidak Ada Penyakit Baru dari Metode Pengendalian Demam Berdarah Wolbachia: Pejabat kesehatan
Tidak Ada Penyakit Baru dari Metode Pengendalian Demam Berdarah Wolbachia: Pejabat kesehatan

Rilidigital – Tidak ada potensi munculnya penyakit baru dari penggunaan bakteri Wolbachia untuk mengendalikan penularan demam berdarah, kata seorang pejabat Kementerian Kesehatan pada hari Jumat.

“Wolbachia tidak menimbulkan penyakit baru yang berbahaya bagi kesehatan. Hal ini di dukung oleh penelitian dan kajian risiko,” kata Siti Nadia Tarmizi, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian.

Mengutip penelitian Pusat Pengobatan Tropis Universitas Gadjah Mada (UGM), ia menyebutkan bakteri Wolbachia secara alami terdapat pada serangga, seperti kupu-kupu, lalat buah, dan lebah.

Dalam penelitian yang di lakukan di 5 dusun, termasuk kawasan pemukiman dan pertanian di Kabupaten Sleman dan Bantul, Yogyakarta, pada tahun 2012, bakteri tersebut di temukan pada 44,9 persen serangga, seperti kupu-kupu, ngengat, nyamuk, dan lalat.

Tarmizi mengatakan, penelitian menunjukkan bakteri tersebut tidak menginfeksi manusia atau vertebrata lain dan tidak menyebabkan penyakit pada manusia atau hewan.

Wolbachia merupakan endosimbion obligat yang hanya dapat hidup di dalam sel organisme hidup lainnya, ujarnya.

Penelitian juga menunjukkan bahwa Wolbachia dapat mengurangi replikasi virus demam berdarah di dalam tubuh nyamuk Aedes aegypti sehingga mengurangi kemampuan nyamuk menularkan demam berdarah.

Baca Juga: Sungai Efrat Mengering Tanda Kiamat, Bagaimana dengan Gunung Emasnya?

Mekanisme kerja utamanya adalah melalui persaingan makanan antara virus dan bakteri. Dengan sedikitnya makanan yang dapat mendukung virus, maka virus tidak dapat berkembang biak, jelasnya.

Ia mengatakan, pelepasan nyamuk Aedes aegypti yang mengandung Wolbachia dapat di lakukan untuk membendung penyebaran virus demam berdarah.

Jika nyamuk Aedes aegypti jantan ber-Wolbachia kawin dengan nyamuk betina, maka virus demam berdarah pada nyamuk betina tersebut akan terhalang.

Sedangkan jika nyamuk betina ber-Wolbachia kawin dengan nyamuk jantan yang tidak memiliki

bakteri tersebut, maka seluruh telur nyamuk betina akan mengandung Wolbachia.

“Cara pelepasan yang pertama bertujuan untuk menurunkan populasi nyamuk Aedes aegypti dengan

cara melepaskan nyamuk jantan ber-Wolbachia saja dalam jangka waktu tertentu agar telur yang di

hasilkan tidak menetas dan menyebabkan penurunan populasi,” ujarnya.

Cara kedua yang bertujuan menyebarkan Wolbachia pada populasi nyamuk Aedes aegypti untuk

menekan penularan DBD adalah dengan melepas nyamuk jantan dan betina ber-Wolbachia selama

kurang lebih enam bulan sehingga mayoritas populasi nyamuk ber-Wolbachia.

Kementerian Kesehatan telah melakukan pelepasan jentik nyamuk ber-Wolbachia di lima kota endemis DBD di Indonesia sejak awal tahun 2023.

Jentik tersebut tersebar di 47.251 lokasi di Semarang, 20.513 lokasi di Bandung, 18.761 lokasi di

Jakarta Barat, 9.751 lokasi di Kupang, dan 4.917 lokasi di Bontang.

Jasa Rilidigital