Rilidigital.com, Jakarta – Menyerukan Pemerintah untuk Membuat Narkoba Lebih Murah, Seruan meningkat kepada pemerintah untuk membuat obat-obatan lebih murah.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin baru-baru ini mengungkapkan harga obat farmasi di Indonesia lima kali lipat lebih mahal di bandingkan negara lain.
Kementerian telah berjanji untuk membuat obat-obatan lebih terjangkau. Meskipun masyarakat umum menyambut baik gagasan tersebut,
beberapa orang berpendapat bahwa pemerintah seharusnya melakukan hal ini lebih cepat karena masalah mahalnya obat-obatan non-generik telah berlangsung selama bertahun-tahun.
Rumah tangga berpendapatan rendah juga kesulitan mendapatkan obat-obatan.
“Saya pikir pemerintah seharusnya memberi perhatian lebih [terkait masalah ini]. Kesehatan sangat penting bagi pembangunan suatu negara, sama seperti pendidikan. Dan keluarga berpenghasilan rendah masih kesulitan mengakses [kesehatan dan obat-obatan]. Ini seharusnya menjadi prioritas pemerintah,” kata Adriana yang sedang berbelanja obat di pasar tradisional Pramuka, Jakarta, Rabu.
Adriana mengkritisi ketergantungan Indonesia pada bahan baku impor yang menyebabkan melonjaknya harga obat. Adriana menambahkan: “Yang terbaik adalah kita meningkatkan produksi lokal untuk mengurangi biaya impor dan membuat obat-obatan lebih terjangkau.”
Menyerukan Pemerintah untuk Membuat Narkoba Lebih Murah
Rekan pembelanja, Laode Erwin, berharap pemerintah dapat memperbaiki manajemen industri obat agar harga tetap terkendali. “Sehingga harga obat bisa sekompetitif mungkin, khususnya bagi masyarakat kelas bawah dan menengah. Kita perlu mengatur ulang berbagai hal… karena negara tetangga kita, Malaysia dan Singapura, bisa mendapatkan obat-obatan yang jauh lebih murah,” kata Laode.
Negara ini memiliki tiga jenis obat: berlisensi, non-generik bermerek, dan non-generik tidak bermerek.
Obat berlisensi adalah yang paling mahal dari ketiganya karena masih di lindungi lisensi.
Dengan kata lain, hanya perusahaan pemegang izin yang dapat memproduksi dan menjual obat tersebut.
Obat berlisensi juga lebih mahal karena harus menanggung biaya penelitian dan pengembangan (R&D), belum lagi bahan baku farmasi yang di impor.
Harga obat non generik di Pasar Pramuka maupun nasional biasanya jauh lebih mahal di bandingkan di negara lain.
Obat non generik seperti Clopidogrel (obat stroke) dan Crestor (obat kolesterol) harganya luar biasa mahal, menurut Yoyon, ketua kelompok pedagang farmasi Pasar Pramuka.
“Obat-obatan ini sebagian besar merupakan produk berlisensi, seperti Clopidogrel dan Crestol. Satu strip bisa berharga Rp 230,000 [$14] sedangkan di Malaysia hanya Rp 50,000 atau Rp 60,000,” kata Yoyon.
“Senang sekali melihat Menteri Kesehatan [Budi Gunadi Sadikin] membicarakan hal ini [harga obat], tapi kenapa pemerintah baru mulai mengatasi masalah ini sekarang, bukan 10 tahun yang lalu,” kata Yoyon.