berita  

Dekan Undip Akui Ada Hubungan Bullying dan Pemerasan di Prodi Anestesiologi dengan Kematian Tragis Dokter

Dekan Undip Akui Ada Hubungan Bullying dan Pemerasan di Prodi Anestesiologi dengan Kematian Tragis Dokter
Dekan Undip Akui Ada Hubungan Bullying dan Pemerasan di Prodi Anestesiologi dengan Kematian Tragis Dokter

Rilidigital.com, Jakarta – Dekan Undip Akui Ada Hubungan Bullying dan Pemerasan di Prodi Anestesiologi dengan Kematian Tragis Dokter.

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (Undip), Yan Wisnu Prajoko, membenarkan adanya kasus perundungan

Pungutan liar yang di kenakan kepada mahasiswa semester pertama program anestesiologi, yang di kaitkan dengan kasus bunuh diri tragis seorang dokter muda.

Pungutan tersebut berkisar antara Rp 20 juta ($1.297) hingga Rp 40 juta per mahasiswa per semester.

Dr. Aulia Risma Lestari, seorang dokter berusia 30 tahun yang sedang menempuh pendidikan spesialisasi anestesiologi di Universitas Di ponegoro, di temukan meninggal dunia di apartemen studionya.

Ia tengah menangani pasien di Rumah Sakit Umum Kariadi sebagai bagian dari pelatihan spesialisnya.

Dugaan menyebutkan bahwa Dr. Aulia bunuh diri akibat perundungan berat yang di lakukan oleh mahasiswa senior di program tersebut.

Yan menjelaskan bahwa mahasiswa tahun pertama di haruskan untuk memberikan sumbangan dana untuk mendukung mahasiswa senior mereka selama menempuh pendidikan dokter spesialis (PPDS) di RSUP dr. Kariadi.

Biasanya, program anestesiologi menerima sekitar belasan mahasiswa setiap tahunnya.

Bullying: Penyakit Kronis dalam Pendidikan Kedokteran Indonesia

“Pada semester pertama, setiap mahasiswa di minta untuk menyumbang Rp 20 juta hingga Rp 40 juta.

Uang tersebut di gunakan untuk kebutuhan konsumsi bersama, tetapi pada semester kedua, mahasiswa semester pertama tidak lagi

Di minta untuk menyumbang, sehingga di lakukan secara bergilir,” kata Yan kepada Beritasatu.com, Jumat.

Dekan Undip Akui Ada Hubungan Bullying dan Pemerasan di Prodi Anestesiologi dengan Kematian Tragis Dokter

Selain untuk makan, iuran yang di setorkan oleh mahasiswa semester pertama yang berjumlah 7 hingga 11 orang itu juga di gunakan untuk

menutupi biaya operasional para senior, termasuk biaya sewa kendaraan dan akomodasi.

Yan mengakui bahwa iuran semacam itu tidak ada di program studi lain di Fakultas Kedokteran Undip.

Ia menegaskan tidak menyetujui adanya iuran tidak resmi tersebut, apa pun alasannya, dan menganggap praktik tersebut sebagai bentuk bullying yang tidak seharusnya terjadi.

Yan juga mengapresiasi adanya pengawasan dan masukan dari semua pihak untuk mencegah kejadian serupa terjadi di masa mendatang.

“Kami mohon arahan dari semua pihak, termasuk masyarakat, agar kami dapat menyelenggarakan

program pendidikan dokter spesialis yang bermartabat, berlandaskan nilai-nilai akademis, dan bermanfaat bagi bangsa.

Mungkin sebagian orang menganggap praktik ini sebagai pemerasan, tetapi bagi orang luar, itu bisa jadi bentuk pemerasan.

Perundungan tidak selalu dalam bentuk fisik, bisa juga dalam bentuk tuntutan operasional yang di bebankan kepada mahasiswa,” pungkasnya.

Sementara itu, polisi telah memeriksa 17 saksi, termasuk teman korban, keluarga, dan pejabat dari Kementerian Kesehatan serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Kabid Humas Polda Jawa Tengah, Artanto, mengatakan sejumlah barang bukti yang di berikan keluarga korban,

seperti struk pesanan dan percakapan WhatsApp yang melibatkan korban, tengah di periksa.

Saat ini, polisi tengah memeriksa data dan keterangan saksi. Namun, Artanto belum bisa membeberkan berapa jumlah pasti uang yang di sita dalam pemerasan tersebut.

Jasa Rilidigital